Cerita Pendek Kekotoran Argentina di Panggung Piala Dunia.

Jakarta– Jatuh bangun di sebagian edisi, kesimpulannya Timnas Argentina sukses jadi yang terbaik di Piala Dunia 1978. Pada babak final, mereka mengalahkan regu kokoh Belanda 3- 1. Daniel Passarella dkk mengukir sejarah awal di pentas paling tinggi sehabis menunggu semenjak 1930.
Tetapi, tidak seluruh rakyat Argentina menyambutnya dengan gembira. Soalnya, dikala itu, Argentina lagi tidak baik- baik saja. Rezim militer Jorge Rafael Videla yang belum lama berkuasa melaksanakan banyak pelanggaran hak asasi manusia( HAM).
Mengambil alih kekuasaan pada 1976 usai menggulingkan pemerintahan Isabel Peron, Gank Videla menyapu bersih lawan- lawan politiknya. Terdapat yang dibedil mati, tidak sedikit pula yang disiksa di kamp- kamp tahanan. Banyak pula yang ngacir ke luar negeri.
Jadi Tameng
Piala Dunia 1978 jadi tameng kepada dunia luar jika Argentina tidak seburuk yang disangka. Demi menutupi aib, rezim Videla sampai- sampai mengalokasikan 10 persen anggaran negeri buat membangun infrastruktur.
Sebagian diantaranya semacam sediakan ataupun merenovasi stadion, transportasi, serta fasilitas pendukung yang lain semacam yang dianjurkan FIFA. Sementara itu krisis ekonomi tengah melilit.
Videla, via PSSI- nya Argentina tidak henti- henti mendoktrin seluruh pemain supaya berjuang optimal demi bangsa serta negeri. Si diktator serta kroninya betul- betul mau menjadikan sepak bola selaku kendaraan politik kotor.
Banyak Tudingan
Terletak di Tim 1 dengan Hongaria, Italia, serta Prancis, tuan rumah telah dituding curang. Kemenangan 2- 1 atas Hongaria berbau polemik. Soalnya, 2 pemain Hungaria seketika diganjar kartu merah. Hongaria keluhan, sebab keputusan wasit dikira mengada- ada.
Pada laga kedua melawan Prancis yang berakhir 2- 1, kemenangan Regu Tango diwarnai penalti kontroversial. Bersua Italia di laga pamungkas Tim 1, Argentina kalah 0- 1. Bersama Italia, skuad besutan César Luis Menotti melangkah ke putaran kedua. Di fase ini juga, kecurangan begitu terasa.
Usaha Mustahil
Sehabis menang 2- 0 atas Polandia, Passarella dkk cuma sanggup bermain imbang 0- 0 dengan Brasil. Keadaan ini membuat Argentina terancam. Bila mau lolos ke final, mereka wajib dapat mengalahkan Peru minimal 4- 0.
Jelas tidak bisa jadi, mengingat Peru bukan regu kaleng- kaleng. Tetapi suatu keniscayaan terjalin. Peru keok 0- 6. Belum lama baru terkuak, duel itu telah diatur. Saat sebelum laga, tangan- tangan kotor Videla bergerak dari seluruh arah. Suap, intimidasi, pula teror bercampur jadi satu.
Zona Final
Di final, Argentina ditantang Belanda. Di titik ini juga, polemik terus terjalin. Regu tamu terbuat tidak aman. Sebagian dikala saat sebelum bentrok, panitia seketika mengubah ofisial pertandingan.
Tidak cuma itu, bus yang ditumpangi pemain Belanda secara terencana dibawa ke kerumunan suporter tuan rumah. Di dasar tekanan, Belanda berupaya tegar walaupun kesimpulannya tumbang 1- 3.
Jadi Pelajaran
Sejarah mencatat, Piala Dunia 1978 ialah acara bola terakbar 4 tahunan terburuk yang sempat terdapat. Videla, sang tangan besi yang mangkat pada 2013 itu merupakan aktor sekalian sutradaranya.
Pasti saja, cerita pendek tersebut jadi pelajaran berharga untuk sepak bola modern. Paling tidak, perhelatan di Piala Dunia 2022 jadi bagian dari keselarasan sportivitas semacam event- event lebih dahulu.